Ada kepuasan tersendiri ketika membangun sesuatu dari nol. Itulah yang saya rasakan saat menerima tantangan menyiapkan server mandiri bukan sekadar install WordPress atau upload file, tapi membangun fondasi digital dari titik nol: sebuah VPS kosong, tanpa antarmuka, tanpa arah.
Saat pertama kali login via SSH, server itu masih “sunyi”. Hanya kursor berkedip, seakan menunggu perintah pertama.
Dan saya memulainya dengan:
apt update && apt upgrade -y
Itulah tanda dimulainya hidup baru bagi server ini.
Memilih Sistem Operasi dan Panel Kontrol
Saya memilih Ubuntu Server karena stabil, ringan, dan banyak dukungan komunitas. Lalu saya memasang aaPanel, sebuah control panel open-source yang ramah bagi pengguna non-teknis, namun tetap fleksibel untuk power-user.
Begitu panel terpasang, VPS kosong tadi berubah menjadi dashboard interaktif dengan fitur lengkap. Saya:
-
Mengaktifkan firewall.
-
Memasang antivirus ClamAV.
-
Mengatur timezone server.
-
Menyiapkan hosting untuk domain produksi.
Keamanan dan Optimasi
Keamanan adalah prioritas.
Saya mengaktifkan SSL gratis Let’s Encrypt untuk koneksi aman, mengatur backup otomatis, hingga membuat cronjob tanpa menyentuh terminal. Semua ini dilakukan langsung melalui antarmuka aaPanel.
Yang menarik, seluruh konfigurasi ini 100% mandiri:
-
Tanpa lisensi berbayar.
-
Tanpa cPanel.
-
Hanya mengandalkan software open-source.
Server ini kini menjadi rumah bagi beberapa aplikasi penting.
Ringan, cepat, aman, dan mudah dikelola oleh tim internal kampus bahkan bagi mereka yang belum pernah menggunakan terminal Linux sekalipun.
Bagi saya, yang dibangun bukan sekadar server. Tapi kemandirian digital yang memberi keleluasaan penuh untuk mengelola infrastruktur tanpa bergantung pada pihak ketiga.


